Upaya Menjaga Kestabilan Harga Kebutuhan Pokok

Sejak 21 Mei 2022, pemerintah memberlakukan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) minyak kelapa sawit. Menurut (https://pse.litbang.pertanian.co.id) di Indonesia, komoditas kelapa sawit semakin menjadi andalan ekonomi nasional dan saat ini, minyak kelapa sawit telah berkembang menjadi bagian yang paling penting di dunia.

Meski demikian, sektor kelapa sawit dinilai berperan penting dan memiliki manfaat positif bagi perekonomian nasional sehingga mengenai masalah produksi dan distribusi minyak kelapa sawit perlu perhatian lebih.

Permasalahan produksi tersebut diatur dalam kebijakan pemerintah dan peraturan DMO. Selain itu, pemberlakuan DMO dilakukan sebagai upaya menjamin ketersediaan bahan baku dan kestabilan harga minyak goreng dalam negeri. Kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri mencapai 194.634 ton per bulan. Padahal jumlah produksi pada bulan April 2022 tercatatat sebesar 211.638,65 ton yang merupakan lebih dari kebutuhan per bulannya. (Sumber: dikutip dari Harian Kompas. Sabtu, 21 Mei 2022)

Angka surplus produsi tersebut cukup mengherankan apabila dilihat dan dibandingkan dengan harga-harga sebelumnya, harga yang beredar dimasyarakat ialah tetap tinggi.

Masih banyak permasalahan pengolahan minyak sawit dalam negeri yang belum terungkap atau diangkat ke media berita. Pasalnya, minyak sawit yang dikenal dengan nama dagang minyak goreng ini dianggap barang primer pada tingkatan kebutuhan masyarakat. Padahal, penetapan harga produsen mengacu pada kajian BPKP (Badan Keuangan dan Pembangunan).

Kebutuhan pokok sembako satu ini dibandrol oleh pengecer yang relatif tinggi dengan harga yang melonjak 2.500 rupiah. Kemudian, harganya naik kembali sebesar 4.000 – 4.890 rupiah. Sementara, harapan sebenarnya harga kebutuhan ini ialah murah dan stabil berkisar pada harga ideal, yaitu berkisar antara Rp. 14.000,- ke bawah, namun kenyataannya terjadi kenaikan yang terus terjadi membuat harga eceran minyak goreng per liter terbilang mahal, yaitu sekitar 17.000 rupiah lalu 20.000 hingga harga akhir kini yang dibandrol dengan harga 24 ribu rupiah per liter di semua jenis pasar swalayan maupun warung dan toko kelontong. Sedangkan, kekuatan atau ketahanannya bergantung pada keamanan penyimpanannya dan tidak terlalu lama dilihat dari komposisi dan zat gizi yang terkandung didalamnya.

Sementara itu, angka statistik stok mencapai sebesar lima ribu enam ratus delapan puluh tiga ton dan total produksi sebesar 12.212 ton. Permasalahan tentang besarnya jumlah penyediaan dalam negeri ini terjadi pada Januari hingga Maret 2022. Sebab permintaan pasar juga mendorong agar terpenuhi, hal ini mengacu pada stok persediaan sebelumnya yang juga ternilai banyak, yaitu 4.129 ton di tahun 2021. Dimana, jumlah total produksi minyak ini ialah sebesar 51.300 ton dengan total ekspor sebesar 33.674 ton dan total konsumsi dalam negeri tercatat sebesar 18.422 ton. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, ke depannya pelaksanaan ekspro akan diawasi ketat dan terintegrasi Bersama, sehingga produsen minyak sawit yang tidak memenuhi kewajiban dalam mekanisme peraturan DMO akan dikenakan sanksi. Oleh karenanya peraturan tentang ekspor CPO (Crude Palm Oil) sekaligus pencabutan larangan ekspor CPO dan sejumlah turunannya tengah disusun. (Sumber: dikutip dari Harian Kompas. Sabtu, 21 Mei 2022)

Menurut Ahmad Tauhid, alokasi 10 juta ton minyak goreng kebijakan DMO sangat memungkinkan untuk diterapkan dengan pengawasan ketat dan jumlah tersebut lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance tersebut menegaskan efektifitas penetapan harga bahan baku minyak goreng di level produsen oleh pemerintah yang juga telah menjadi bagian kebijakan DMO. Jika distribusi dilepaskan ke mekanisme pasar, potensi lonjakan harga minyak goreng tidak bisa dihindari. Terlebih, jaringan distribusi terutama minyak goreng curah, tidak serapi jaringan distribusi minyak goreng kemasan, tungkasnya. (Sumber: dikutip dari Harian Kompas. Sabtu, 21 Mei 2022)

Permasalahan mahalnya komoditas sawit ini dapat terjadi karena rantai produksi yang panjang, proses distribusi bahan mentah yang rumit, dan penyediaan bahan mentahnya yang masih diupayakan di Pulau Sumatera yang beribukota Medan. Serta, proses penanganan bahan di Pulau Kalimantan dengan ibu kota Palangkaraya yang belum sepenuhnya menjadi produk jadi.

Siasat yang disarankan dan dapat dilakukan ialah pembelian bahan baku skala besar dengan jeriken atau seperti yang dilakukan para distbutor misalnya penyediaan bahan sebesar 10 ton yang terdiri dari 8 ton untuk produsen dan 2 ton untuk persediaan. Tujuan penyediaan ini adalah menjaga kestabilan harga, mengurangi biaya distribusi, mengantisipasi kekosongan penyediaan di pasar dan lain sebagainya. Prosuksi yang surplus dengan kekosongan stok penyediaan juga dapat berkaitan erat dengan rumitnya manajemen transportasi minyak goreng kelapa sawit hasil pengolahan atau penyaringan.

Selain itu, terdapat pula preferensi masyarakat kreatif yang lebih menyukai minyak nabati lainnya. Selain minyak kelapa sawit, terdapat kesukan masyarakat yang mengonsumsi dan memproduksi sendiri minyak kelapa murni atau minyak dari santan kelapa yang disebut VCO (Virgin Coconut Oil) yang lebih dikenal dengan nama dagang minyak kletik karena prosesnya disebut dikletik yaitu proses pengadukan terus menerus dengan batang pengaduk /spatula di dalam katel di atas tunggu dengan api.

Itu adalah preferensi penggunaan lainnya yang dapat membuat seseorang terpengaruh atau menjadi bahan pertimbangan mereka dalam berbelanja. Terdapat sumber kolestrol atau lemak lainnya misalnya margarin nabati yang terfortifikasi vitamin dan mentega butter yang terbuat dari lemak hewani. Serta, shortening nabati yang terbuat dari jagung dan lemak babi (non halal) yang disebut lard.

Bagian IV: Produk Kopi

Kunjungan yang selanjutnya adalah ke tempat minuman kopi berasal. Kedua kebun atau ladang tumbuhan kopi tersebut terletak di tempat yang berbeda, yaitu di puncak bukit hutan pinus di Rahong dan di kaki Gunung Manglayang tepatnya di tempat pemeliharaan luwak milik salah seorang dosen kami. Terdapat kegiatan produksi yang dapat kita perhatikan sebagai dari hulu hingga ke hilir, baik kita sebagai produsen atau konsumen berbagai jenis kopi. Ada empat jenis yang hadir di nusantara. Keempat jenis kopi tersebut diantaranya adalah kopi arabika, robusta, white dan liberica.

Pernahkah Anda menyangka bubuk kopi yang sering Anda seduh berasal dari buah ceri kopi yang segar? Tumbuhan kopi merupakan tanaman dikotil yang hidup di dataran tinggi. Tanaman tersebut umumnya hidup di kaki gunung dengan ketinggian 0-800m atau 800-1200m. Kopi Arabika tumbuh pada dataran yang sangat tinggi, buah dan bijinya besar dan oval. Sedangkan, Kopi Robusta bijinya lebih kecil-kecil dan berbentuk bulat-bulat.

Pada umumnya panen kopi dilakukan oleh petani kopi setahun sekali atau dua tahun tiga kali tergantung usia dan jenis pohon yang ingin berbuah, pohon-pohon kopi umumnya berbunga 7-9 atau 9-11 bulan sekali. Pohon kopi arabika lebih bisa sering dipanen daripada kopi robusta. Produksi biji kopi di dunia dimenangkan dengan persentase 70% untuk kopi arabika dan 30% untuk robusta. Kopi robusta lebih sering digunakan pemanfaatannya untuk produk roti dan pastry sebagai filling. Dilansir dari thecoffeebuur.com kopi arabika tengah menguasai pasar dunia.

Menurut sebagian penikmat kopi rasa kopi robusta lebih kuat dari pada kopi arabika, kandungan kafeinnya pun berbeda. Kopi arabika memiliki kadar senyawa kafein yang lebih rendah daripada yang lainnya sehingga memiliki rasa yang lebih ringan. Kopi arabika jugaa memiliki aftertaste menyegarkan dengan tingkat keasaman yang lebih tinggi. Itu sebabnya peminat kopi arabika juga lebih banyak daripada kopi lain.

Sedangkan kopi robusta aftertastenya pahit dan mengenyangkan. Kopi ini juga terasa pekat dan berkadar lemak nabati lebih banyak dari pada kopi lainnya sehingga teksturnya demikian kental. Kopi arabika berkadar kafein 1,2% pada saat kopi robusta berkadar kafein 2,2%. Kopi robusta populer dengan tipe ekspreso Italia. Sedangkan kopi arabika populer dengan tipe drip filter Vietnamesse.

Selain dua jenis kopi di atas masih ada dua kopi lagi yang pernah populer saat itu, yakni white coffee dan green coffee. Saya akan menceritakan dengan singkat perbedaan kopi putih atau kopi luwak dari kopi hitam lainnya pada proses hulu ke hilirnya. Di hulu proses produksi berawal dari penyediaan lahan dan penanaman bibit. Selanjutnya tumbuhan disiram setiap pagi sebelum matahari sepenggalah naik dan setiap sore sebelum matahari terbenam. Tumbuhan di periksa pertumbuhan dan perkembangannya dan diberi pupuk kompos cair secara berkala. Setelah berusia lebih dari satu setengah tahun tumbuhan kopi mulai berbunga dan bermekaran. Umumnya panen didapat dari pohon yang berusia 2-25 tahun. Setelah 25 tahun pohon kopi mulai menurun lagi produksinya.

Selanjutnya, masuk pada tahapan pengolahan buah ceri kopi. Buah ceri kopi disortasi dan disimpan pada wadah-wadah terbuka. Pembuatan kopi hitam baik arabika atau robusta pada tahapan ini buah-buahnya langsung dikuliti dan dicuci dengan air mengalir. Lalu dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih 8 jam hingga green bean dengan kadar air rendah didapat kemudian disangrai hingga matang (mengeluarkan aroma harum kopi).

Sedangkan, pada pembuatan white coffee luwak kopi diproduksi dengan ‘campur tangan luwak’ melalui fermentasi di dalam pencernaan hewan pengerat yang hidup pada dataran tinggi tersebut. Produksi kopi putih ini terinspirasi dari perilaku orang pribumi zaman pemerintahan kolonial Belanda yang melakukan pemanfaatan biji kopi utuh yang ditemukan di kebun dari kotoran luwak. Mengapa ada peminatnya? Apakah proses tersebut ialah animal testing yang harus segera dihentikan? Apakah luwak mencerna dan melumatkan biji kopi? Menurut dosen kami sederhana saja, luwak hanya melewatkan bijinya karena yang hewan tersebut sukai adalah buahnya yang kita tidak konsumsi. Luwak merupakan hewan omnivora yang juga memakan pakan, meski demikian pemeliharaan luwak pada proses ini disebut simbiosis mutualisme. Selain itu, menurut pabrik komersial kopi putih, hasil uji yang mereka lakukan terhadap kopi luwak menunjukkan kadar kafein kopi tersebut hanya berkisar 0-1% atau dengan kata lain kita tidak mendapatkan suplai energi listrik dari senyawa kafein karena dari seporsi sajian white coffee hanya memberi energi 0,5% dari asal senyawa kafein dan energi yang kita dapat berasal dari lemak krimmer, protein susu, dan bahan lainnya. Sehingga seseorang yang sedang mengalami masalah dengan asam lambungnya tidak terpengaruh oleh senyawa kafein pada kopi putih, dan luwak white coffee diklaim akan memberi efek ‘nyaman di lambung’ Anda.

Selanjutnya proses hilirisasi, pada tahapan ini kopi berupa biji atau bubuk hasil proses grinding dipasok ke berbagai pabrik dan kedai untuk dikemas atau dijadikan minuman kopi. Sehingga sampai ke tangan Anda sekarang ini

Akhirnya, green coffee atau kopi hijau berasal dari kata green bean pada tahapan di atas. Biji kopi Liberica yang berbentuk bergelombang, oval, dan ujungnya yang runcing menjadi ciri tersendiri. Pada proses produksinya pengeringan kopi hijau Liberica seperti tidak melalui tahapan sangrai yang terlalu lama melainkan pengurangan kadar air saja. Secangkir kopi Liberica panas memiliki aroma yang kuat dan rasa gurih seperti cokelat panas.

Bagian II: Perancangan Agroindustri

Hasil pengolahan sapi, kambing, dan beragam ternak lainnya mungkin dapat digolongkan pada industri peternakan. Namun, kedua industri pertanian dan peternakan secara umum digolongkan dalam ranah yang sama yakni agroteknologi, agribisnis dan agrokompleks.

Seperti halnya agroindustri yang luas sekali bahasannya, salah satu olahan produk industri tentu berasal dari salah satu bahan agroindustri yang memiliki cabang produksi (revenue stream) yang berjumlah dua atau lebih dari dua. Atau dengan kata lain, salah satu bahan pertanian dapat kita olah menjadi beberapa produk industri yang luas cakupan rantai ekonominya.

Saya sadari betul, sejak sekolah dasar di pramuka ternyata saya sudah memiliki kecondongan mengenal bahan agroindustri yang saya lihat pada lambang pramuka masa itu, yakni tunas pohon kelapa. Lambang buahnya berarti tangguh dan tumbuh, lalu akarnya berarti kuat dan ulet dan terakhir daunnya berarti hidup atau menebar kebaikan bagi lingkungan. Meski filosofi lambang pramuka berarti pohon yang berguna tetapi ada makna tersirat dibalik itu, yakni sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan dari ujung hingga akarnya.

Sehingga di nusantara pohon kelapa secara keseluruhan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidup mereka dari masa ke masa. Sebut saja airnya yang lezat dapat diolah menjadi obat, yakni anti-depresant, sumber ion dan multivitamin, belum lagi dengan sentuhan Teknologi Pengolahan Bahan Penyegar larutan alami tersebut dapat diolah menjadi minuman (baverage) yang mahal dan berkualitas agroteknologi serta dijadikan minyak keletik yang harga jualnya lebih mahal daripada minyak kelapa sawit. Kemudian, daging buahnya bisa dijadikan sumber makanan yang dimakan langsung diolah dengan proses fermentasi menjadi nata de coco dan juga diolah menjadi sumber lemak dan protein nabati, yaitu santan (coconut milk). Kemudian cangkang atau batok kelapa yang kokoh dapat dijadikan alat masak dan selanjutnya yang tidak kalah penting serat-serat akar pohon yang sudah mati dapat dijadikan sapu dan keperluan rumah tangga lainnya.

Berikutnya sapi sebagai bahan agroindustri. Terdapat ragam produk olahan sapi selain daging dan susunya yang dapat senantiasa kita temukan di pasar swalayan seperti kornet, luncheon, beefsteak, sosis, daging asap, butter, krimmer, yoghurt, susu formula, dan aneka susu pasteurisasi diantaranya UHT, low fat dan fullcream. Apakah kalian pernah mencicipi sup kaki kambing, mih kocok, atau kerupuk kulit? Ya, makanan tersebut adalah kulit sapi.

Sebagian orang kemungkinan akan beralih prinsip mengganti pola konsumsinya dan sebagian yang lain juga tidak terpengaruh setelah membaca bahasan tentang kulit sapi pada artikel ini, bahwa ternyata sebagian kulit sapi dapat diolah menjadi produk pangan sementara sebagian lainnya merupakan produk non pangan.

Bagian I: Analisis Bahan dan Produk Agroindustri

Saat duduk di bangku perkuliahan saya dan teman-teman satu kelas pergi ke Kota Garut, Jawa Barat untuk mengadakan kunjungan praktek lapangan. Pabrik yang kami kunjungi merupakan tempat pengolahan produk kulit sapi yang bertempat tidak jauh dari alun-alun Kota Garut.

Kami melakukan kunjungan ke pabrik kulit tersebut untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri. Secara teori beberapa bidang agroindustri dapat diamati dengan mudah apabila kita mengetahui hal yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Materi yang disampaikan dosen pengampu di kelas pada semester tersebut cukup beragam dan menarik. Berikutnya pada praktik perencanaan agroindustri kami diwajibkan mempelajari sendiri dan mengetahui seluk beluk bahan dengan mengunjungi berbagai tempat produksi, misalnya sentra, pabrik, atau kebun.

Bahan agroindustri atau hasil tani secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yakni pangan dan non pangan. Proses pengolahan berikutnya atau hilirisasi dan mengenal struktur fisikokimianya dipelajari lebih lanjut pada mata kuliah-mata kuliah lainnya, diantaranya Mikrobiologi Industri, Teknologi Pati, Teknologi Membran dan Teknologi Lemak & Oleokimia. Serta, Teknologi Pembuatan Roti yang terdapat di jurusan tetangga (Teknik Pangan).

Selanjutnya saya ingin memberi pembaca bahasan singkat mengenai Pengolahan Bahan Agroindustri, Teknologi Pati, Teknologi Membran dan Teknologi Lemak & Oleokimia serta, Teknologi Pembuatan Roti sebab saya singgung sebagai proses yang melibatkan bahan non pangan padahal khusus untuk Teknologi Membran dan Teknologi Lemak dan Oleokimia dapat berperan sangat luas.

Pada pengolahan bahan agroindustri, apabila terdapat proses ekstraksi bahan aktif tentu ada batch sebagai tempat proses terjadi yang terdapat neraca masa, bahan, karakteristik bahan, rendemen dan residu. Secara umum pengolahan bahan agroindustri merupakan proses dari hulu hingga hilir. Asal mula penanaman dan perawatan tanaman atau tumbuhan hingga proses pengolahan terakhir sebelum sampai pada tangan konsumen.

Selain itu apabila sebuah produksi usaha dijalankan (running business) maka menjaga keberlangsungan produksi dan lingkungan industri menjadikan mata kuliah Teknologi Pengolahan Limbah dan Manajemen Sumber Daya Manusia menjadi dua kunci utama yang dapat mendorong kelangsungan bisnis yang sehat (sutainable business).

Pada teknologi pati kita mengenal pati sebagai rendemen suatu proses produksi yang bernilai. Pada teknologi membran kita akan mengenal suatu bahan memiliki daya serap tertentu yang dapat diukur dan dimanfaatkan. Kemudian suatu proses filtrasi dapat dibedakan berdasarkan sistemnya, laju aliran arusnya, dan sifat elektromagnetiknya.

Pada teknologi lemak dan oleo-kimia, dapat kita ketahui proses-proses glikolisis, lemak dan turunannya, sumber-sumber lemak, cara pemisahan secara biologi dan fisikokimia serta cara membuat lemak nabati dan hewani.

Pada teknologi pengolahan roti, kita dapat berkreasi produk olahan roti dan pastry. Kemudian mengenal jenis roti berdasarkan tekstur atau bentuk ikatan senyawanya, misalnya softbread, whitebread, dan lain-lain. Selanjutnya, mengenal bahan makanan pokok yang beragam yang terdapat di nusantara, ada kentang, gadung, beras, gandum, jagung, buckwheat, hanjeli, ketan, sagu, singkong, ubi jalar, ubi ungu, dan ubi cilembu.

Sedangakan, bahan non pangan lebih banyak dipelajari pada mata kuliah Industri Bioenergi, Teknologi Hasil Hutan dan Teknologi Serat, Karet dan Resin. Misalnya, membuat biofuel dari sisa hasil pertanian, membuat tali tambang dari agave atau sisal, atau pengolahan karet dan lain sebagainya. Industri pembuatan lateks yang akan saya bahas pada bahasan kali ini juga merupakan salah satu industri non pangan.